![]()
<p><strong>WONOSARI (KRjogja.com) </strong>- Sampai saat ini hanya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berkompeten menangani perkara korupsi. Dengan memiliki parameter yang jelas, kinerja KPK tidak hanya berdasarkan kuantitas, tetapi juga kualitas.</p>
<p>Berbeda dengan kejaksaan, yang hanya mengejar target jumlah perkara korupsi. Dari tiga lembaga penegak hukum, Kejaksaan dan Polisi tidak memiliki parameter yang jelas. “Penegakan korupsi harus memiliki paradigm korektif dan rehabilitatif,” kata Prof DR Edy OS Hearij Pakar Hukum Pidana UGM ketika menjadi narasumber Seminar Penegakan Perkara Korupsi di Bangsal Sewakapraja, Wonosari yang digagas Forum Lintas Iman ini juga dihadiri Wakil Bupati Gunungkidul H Immawan Wahyudi, Kamis (18/04/2013).</p>
<p>Penegakan perkara korupsi, lanjut Prof Edy, jangan sampai kehilangan arah. Tidak boleh sebuah keputusan hakim yang diambil akibat tekanan massa, opini publik, ataupun titipan kepentingan politik. Selain itu, penanganan perkara tindak pidana korupsi, jangan terlalu dipaksakan.</p>
<p>Subtansi dalam perkara korupsi, tidak boleh lepas dari hilangnya uang negara. Oleh sebab itu, permasalahan administrasi ataupun perdata, tak bisa diseret-seret untuk masuk dalam ranah korupsi.</p>
<p>“Seperti kasus dana rekonstruksi, karena ada informsi dari pusat ada bantuan gempa, maka kades mengumpulkan korban yang didalamnya terjadi kesepakatan. Salah satunya dana yang terkumpul dibagi rata semua. Ketika kasus ini dibawa ke pengadilan, ternyata tidak terbukti melakukan korupsi,”jelasnya. <strong>(Ded)</strong></p>