![]()
<p><strong>WONOSARI (KRjogja.com)</strong> - Dalam dua tahun terakhir, hasil penelitian Yayasan Satu Karsa Karya (YSKK) menemukan biaya politik di desa yang cukup tinggi. Bahkan calon kades bisa menghabiskan biaya hingga p 350 juta untuk pesta demokrasi. Lebih ironis lagi dana tersebut bukan untuk keperluan secara resmi, namun lebih pada terjadinya politik untuk memenangkan calon kades yang bertarung. <br />
<br />
“Sebanyak 89,5 persen dana tersebut memang untuk pembiayaan dana yang lebih pada politik uang,” kata Direktur YSKK Kangsure Suroto di acara Diskusi Publik Demokrasi Desa di Pusaran Politik Uang dan Tantangan Perempuan dalam politik dan pemerintahan Desa di Rumah Makan Nilasari, Wonosari, Rabu (02/04/2014).<br />
<br />
Kegiatan dihadiri Bupati Gunungkidul Hj Badingah SSos dan undangan. Diungkapkan, diperlukan upaya pemerintah daerah untuk mengkaji atau mencermati berkait dengan aturan yang sudah ada. Baik perda maupun peraturan bupati. Diskusi ini dimaksudkan menjadi masukan, dan diharapkan untuk bisa dimasukkan dalam perda, sehingga bisa menekan biaya politik tinggi termasuk maraknya politik uang dalam pesta demokrasi pemilihan kepala desa. “Demokrasi di desa harus bisa dihilangkan adanya praktik politik uang,” imbuhnya.<br />
<br />
Bupati Gunungkidul Hj Badingah Ssos menuturkan, masyarakat di Gunungkidul harus mulai cerdas dalam memilih pemimpin. Jangan sampai adanya biaya politik tinggi tersebut menjadi penghambat, kader atau sumber daya manusia yang mumpuni menjadi minder. Pemerintah daerah tentunya mendorong terciptanya demokrasi hingga tingkat desa, salah satunya melalui pemilihan kepala desa. </p>
<p>“Pada pelaksanaan pesta demokrasi di desa tentunya juga ada lembaga yang mengawasi jalannya proses demokrasi,”jelasnya.<strong>(Ded)</strong></p>